intro: tulisan ini terinspirasi dari perbincangan antara saya dengan Cak Yo beberapa waktu lalu. sempat mengendap tapi kali ini membuncah karena sebuah laman berita yang me”remake” tulisan saya. teriring permohonan maaf bila ada kata2 yang salah.
siapa sih yang gak kenal dengan metode canggih bin ajaib yang terkenal sejak jaman dahulu kala: Mencontek. Menyalin. Menjiplak. Mencontoh. Copas (copy paste) dan sebutan2 lainnya. sebuah metoda yang saya yakini hampir semua anak bangsa ini pernah melakukannya (baik diakui atau tidak) – saya pun pernah melakukannya. metode belajar ini memang terbukti ampuh dalam menghasilkan sebuah karya dengan waktu yang singkat. tinggal klik-klik maka jadilah sebuah karya yang bisa dengan bangga diakui sebagai karya orisinil si pelaku.
metode ini selain cepat juga ampuh untuk memberikan sebuah tingkatan atau label bagi si pelaku. si anak baik (karena mencontek pe-er temannya). si karyawan teladan (karena menjiplak SOP perusahaan lama). si produsen jempolan (karena mencontoh prototype/purwarupa produsen lain). gak percaya? cek saja di dunia nyata. berapa banyak orang/pihak yang menjadi atau mendapatkan keuntungan karena kegiatan yang satu ini.
baguskah perbuatan tersebut? *garuk2 kepala. harus jujur diakui bahwa perbuatan itu bukanlah tindakan yang terpuji dan tidak boleh dicontoh serta tidak boleh dibudayakan. yaa boleh2 saja diteruskan bilamana memang tidak ada keinginan untuk maju dan terus berkembang. lambat laun hilang lah sebuah kreatifitas dan tumpulnya kemampuan otak untuk melakukan hal2 baru. dalam skala yang lebih besar: mematikan kebudayaan. Baca lebih lanjut